Berikut Alasan MK Tentang Penolakan Gugatan Prabowo-Hatta
Hasil Keputusan MK terkait Sengketa Pilpres 2014 sudah
dibacakan, dimana MK menolak semua gugatan perselisihan hasil pemilihan umum
(PHPU) presiden dan wakil presiden yang dimohonkan oleh pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, Kamis (21/8/2014) malam.
Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim MK untuk menolah
seluruh gugatan Prabowo-hatta tersebut berikut ini kami sajikan buat anda
seperti yang diberitakan di Kompas.com
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa tidak satu pun
dalil Prabowo-Hatta yang terbukti dalam persidangan.
Terhadap dalil mengenai pengabaian daftar penduduk potensial
pemilih per kelurahan (DP4) dalam penyusunan daftar pemilih sementara (DPS)
ataupun daftar pemilih tetap (DPT), DPT memang merupakan keputusan KPU sebagai
penyelenggara yang berada pada puncak struktur. Namun, proses dari tahap-tahap
tersebut bersifat bottom up, yakni dari struktur penyelenggara yang paling
bawah, berlanjut setahap demi setahap sampai pada struktur yang tertinggi dalam
kerangka waktu sebagaimana diuraikan.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka apabila ada
keberatan mengenai DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemilih
sebagaimana didalilkan pemohon, seharusnya permasalahan tersebut diselesaikan
oleh penyelenggara dan peserta dalam kerangka waktu tersebut melalui mekanisme
yang menurut hukum tersedia pada tahap-tahap sebagaimana diuraikan di atas,”
ujar Maria Farida Indrati selaku hakim anggota, saat membacakan pertimbangan
hakim.
Mengenai dalil pemohon khusus mengenai pengabaian DP4 dalam
penyusunan DPS dan DPT sebagaimana disebutkan dalam tabel permohonan (halaman
44), pemohon tidak menjelaskan bagaimana pengabaian tersebut terjadi karena
pemohon hanya menyebut angka data pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP)
yang diunduh dari laman KPU dan angka penambahannya yang kemudian menjadi angka
DPT pilpres.
Terkait dalil mengenai daftar pemilih khusus tambahan
(DPKTb), MK berpendapat bahwa salah satu ketentuan hukum yang mengatur tentang
pemilu menunjukkan bahwa negara berkewajiban untuk menetapkan DPT, sementara
warga negara berhak untuk didaftarkan pada DPT tersebut dalam rangka
pelaksanaan pemilu.
Berdasarkan definisi, secara hukum dan administratif, warga
negara yang dapat memilih adalah yang terdaftar dalam DPT. Permasalahannya
adalah bagaimana dengan warga negara yang secara hukum telah memenuhi syarat
untuk memilih, tetapi tidak terdaftar dalam DPT.
MK pun mengutip Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, pertimbangan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 bertanggal 6 Juli 2009, dan
Peraturan KPU.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, DPTb, DPK, dan
DPKTb yang diatur dalam PKPU harus dinilai sebagai implementasi penyelenggaraan
pemilu dalam rangka memenuhi pelaksanaan hak konstitusional warga negara untuk
memilih karena ketentuan konstitusional dalam UUD 1945 dan putusan MK sebagai putusan
pengadilan konstitusional secara faktual belum ditindaklanjuti dalam
undang-undang. Oleh karena itu, secara materiil, DPTb, DPK, dan DPKTb yang
diatur dalam PKPU tidak bertentangan dengan hukum atau konstitusi,” kata dia.
Terkait dalil adanya pelanggaran terstruktur, sistematis,
dan masif yang berupa mobilisasi pemilih di 46.013 TPS, MK menilai bahwa semua
TPS yang dipersoalkan oleh pemohon tidak terkait dengan perselisihan hasil
perolehan suara.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut
di atas, dalil adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan
masif tidak terbukti menurut hukum.”
Demikian pula mengenai dalil lainnya, MK mengatakan bahwa
hal itu tidak terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, yang
secara signifikan memengaruhi perolehan suara pemohon sehingga melampaui
perolehan suara pihak terkait.
“Oleh karena itu, menurut MK, dalil pemohon tidak beralasan
menurut hukum,” ujar Hakim Muhammad Alim.
MK Tolak Gugatan Prabowo Soal Pelanggaran pada 5.841 TPS di DKI
Salah satu gugatan yang ditolak, terkait dugaan pelanggaran
pada 5.841 TPS di DKI Jakarta. Apa alasan MK menolak gugatan Prabowo tersebut?
Dalam salinan putusan MK yang diperoleh detikcom, Jumat
(22/8/2014), MK tidak menemukan adanya dugaan pelanggaran di 5.841 TPS
tersebut. Pihak Prabowo Hatta rupanya hanya melaporkan 18 TPS di DKI saja yang
bermasalah.
“Bahwa dari 5.841 TPS yang didalilkan Pemohon terjadi
pelanggaran di TPS tersebut telah dilaporkan kepada Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta. Faktanya Pemohon hanya melaporkan 18 TPS kepada Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta,” bunyi pertimbangan MK dalam putusannya.
Majelis juga menganggap, dari 18 TPS yang diduga
pelanggaran, Bawaslu DKI sudah merekomendasikan 13 TPS yang harus dilakukan
pemungutan suara ulang. KPU juga telah melaksanakan rekomendasi Bawaslu
tersebut.
“Dan dari 18 TPS tersebut Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah
merekomendasikan dilakukan Pemungutan Suara Ulang hanya di 13 TPS. Atas
rekomendasi tersebut Termohon (KPU) telah melaksanakan rekomendasi tersebut,”
ujarnya.
Terkait masalah DPKTb di Provinsi DKI, majelis mengatakan
hal itu tidak melanggar undang-undang.
“Bahwa DPKTb tidak bertentangan dengan peraturan
Perundang-undangan, serta pemilih DPKTb tidak dapat dibuktikan menguntungkan
salah satu pasangan calon tertentu,” ujar Majelis Hakim MK.
Posting Komentar